LIGA INDONESIA,- Hasil verifikasi sekaligus format kompetisi musim depan sungguh memantik reaksi luar biasa dari publik. Sejumlah keputusan PSSI dianggap kontroversial dan dinilai sebagai kemunduran sepak bola nasional yang seharusnya justru lebih maju.
Sejumlah keputusan yang menjadi cibiran adalah pemberlakuan format dua wilayah, diserahkannya kendali kompetisi ke PT Liga Primer Indonesia (LPI), perubahan nominal participation deposit, serta penyelesaian masalah Arema Indonesia dan Persebaya yang nanggung.
Paling santer adalah format dua wilayah untuk kompetisi level satu. Selain kurang menguntungkan dari sisi finansial alias pendapatan klub, konsep kompetisi itu tak sejalan dengan arahan AFC yang menyatakan kompetisi profesional harus satu wilayah.
“Kalau kembali ke format dua wilayah lagi, apa bedanya dengan beberapa tahun lalu ? Menurut saya, yang paling cocok tetap satu wilayah karena benar-benar kompetitif dengan mempertemukan semua klub,” ungkap Asisten Pelatih Arema Indonesia Joko Susilo.
Memang PSSI mengambil alasan keringanan finansial dengan konsep tersebut. Sebuah klub profesional, lanjut Joko, tentu sudah siap menanggung konsekuensi apapun, termasuk mengeluarkan dana lebih besar untuk kompetisi satu wilayah. Jika dibelah menjadi dua wilayah, dari sisi teknis dikhawatirkan tidak kompetitif karena dua wilayah itu belum tentu mempunyai kekuatan sama.
“Saya hanya heran, kenapa sistem ini dipakai lagi setelah beberapa tahun lalu dianggap tidak profesional,” tandas Joko.
Sebelumnya Arema Indonesia melalui Media Officer Sudarmaji sempat mengatakan format dua wilayah tak sepenuhnya membantu keuangan klub. PSSI hanya melihat pengeluaran klub berkurang karena jarak tempuh yang tak begitu jauh. Namun PSSI lupa bahwa pendapatan klub juga surut karena laga kandang lebih sedikit.
Mantan Pelatih Persela Lamongan Subangkit juga tak yakin format dua wilayah menjadi solusi terbaik bagi perkembangan sepak bola Indonesia. Dia berpendapat, konsep yang ada di Indonesia Super League (ISL) seharusnya tidak perlu diubah.
“Menurut saya, soal finansial tak banyak terbantu dengan konsep dua wilayah. Klub sudah bisa mengalkulasi berapa kebutuhannya. Justru ini mengurangi semangat kompetisi karena di dua wilayah itu bisa saja kekuatannya tidak sama,” cetus Subangkit.
Mantan Pelatih Deltras Sidoarjo dan Arema Suharno lebih pilih menunggu konsep yang diluncurkan PSSI tersebut. Walau mengakui dua wilayah tak cocok untuk kompetisi profesional, dia berharap PSSI mempunyai kalkulasi matang soal format tersebut.
“Pastinya ada pertimbangan kenapa format itu dipakai lagi walau sebelumnya dianggap tak efektif. Kita tunggu saja apa yang ada di pikiran PSSI. Semoga saja PSSI bisa membuktikan ini format terbaik dan ke depannya tidak diubah-ubah lagi,” tutur Pelatih Persiwa Wamena ini.
Selain format wilayah, masalah participation deposit juga menjadi sasaran kritik. Turunnya nominal dari Rp 5 miliar menjadi Rp 3 miliar juga dituding sebagai inkonsistensi PSSI dalam membuat regulasi.
“Kami kemarin sudah mati-matian mencari dana untuk memenuhi participation deposit, ternyata diturunkan. Aturan kok tidak konsisten begitu. Seharusnya PSSI memberi contoh yang baik karena ini momen perubahan sepak bola Indonesia,” ujar Ketua Harian Persela Yuhronur Efendi.
PSSI juga dianggap kurang tegas menangani persoalan Arema, Persebaya dan Persija Jakarta. Selayaknya masalah itu diselesaikan dulu sebelum pengumuman hasil verifikasi.
“Sekarangkan tak jelas, versi mana dari ketiga klub itu yang lolos verifikasi,” tambahnya.
Sementara itu, kalangan suporter justru menyoroti langkah PSSI mempercayai PT LPI sebagai penggerak kompetisi musim depan. Sejumlah suporter menganggap langkah itu semakin menunjukkan PSSI didikte LPI dalam menentukan kebijakan. (sindo)
Home » Berita Super Liga » Keputusan PSSI Banyak Memantik Reaksi Negatif