Klub Tidak Berusaha Mandiri , Tergantung Pada APBD
Liga Indonesia,- Indonesia Super League (ISL) 2010/2011 dibayangi efek negatif pembebasan hak atas APBD. Klub diprediksi kembali bersikap jorjoran setelah dua musim terakhir terkekang. Terbitnya surat Kementerian Dalam Negeri nomor 426/2021/sj jadi oase mengatasi krisis finansial klub. Mereka mendapatkan lagi hak penggunaan uang rakyat itu secara penuh.
Harapannya, proses pembinaan pemain mulus, infrastruktur berkembang, dan tidak ada lagi keluhan tunggakan gaji. Namun, di sisi lain, kekhawatiran juga muncul. Karakter mandiri klub yang dirintis dua musim terakhir terancam luntur.
Penyakit lama ketergantungan kepada APBD muncul kembali. Mengacu kepada anggaran Sriwijaya FC (SFC) senilai Rp34 miliar, minimal 50% kebutuhan klub dibebankan kepada APBD. Saat ini Laskar Wong Kito sudah mengajukan proposal APBD senilai Rp25 miliar dan diperkirakan cair November.
Pada ISL 2009/2010, Laskar Wong Kito mendapat suntikan uang rakyat Rp15 miliar dari total pengajuan Rp28 miliar. Proyeksi dana PSPS Pekanbaru sebesar Rp16,5 miliar, sedikitnya 60% bersumber kepada uang rakyat. Bontang FC membebankan semua kebutuhan dana Rp21 miliar dari APBD.
Juru bicara Depdagri Saut Situmorang mengungkapkan, pencairan APBD bagi klub diberikan dalam bentuk hibah. Dana itu nanti dialirkan melalui rekening KONIDA dan pada akhir tahun harus memberikan laporan pertanggungjawaban.
”Penggunaan APBD didasarkan pada yang diperkenankan undang-undang. Namun, tetap sesuai dengan prioritas olahraga dan kemampuan daerah. Standar bakunya seperti itu. Kalau nantinya tidak bisa dipertanggungjawabkan, bisa dikategorikan temuan kasus,” ungkapnya kemarin.
Penggunaan APBD lebih diarahkan untuk pembangunan infrastruktur dan pembinaan. Depdagri lalu memberi batasan peruntukan APBD, terutama terkait pembinaan pemain. Saut menambahkan, pembinaan tidak identik dengan amunisi asing. Artinya, klub tidak bisa menggunakan APBD untuk membayar gaji pemain impor.
”Pemain asing tidak bisa karena pembinaan berlaku bagi lokal dari kecil sampai dewasa. Kami tidak tahu pasti berapa nilai standarnya karena itu tugas PSSI. Tapi, harus sesuai aturan,” lanjutnya.
Liga sebelumnya menetapkan regulasi APBD maksimal untuk kontrak pemain timnas senior aktif sebesar Rp400 juta semusim. Amunisi non timnas hanya disubsidi Rp200 juta. CEO PT Liga Indonesia Joko Driyono menyatakan, klub harus bijaksana menyikapi regulasi APBD. Peruntukannya APBD untuk kontrak pemain asing juga dihindari. Namun, problem menjadi rumit bila APBD tidak diberikan dalam bentuk stimulan atau penyertaan modal klub. Sebab, klub sepenuhnya kembali bergantung kepada APBD.
”Profil industri sepak bola sulit tercapai. Profesionalisme kompetisi jangka panjang akan terkena efek negatif. APBD harus diberikan sebagai stimulan dengan besaran tidak lebih dari 25% atau penyertaan modal. Aspek legal klub tidak menerima hibah, tapi investasi sehingga muncul neraca rugi laba. Klub harus mengerti spirit positif pemerintah. Tidak harus bergantung, meski APBD agak bebas,” pungkasnya. (wahyu argia/sindo)
LIHAT JUGA : JADWAL SEMI FINAL & FINAL PIALA INDONESIA
Home » Indonesia Super League » APBD Bebas , Profil Sepak Bola Industri Terancam