BOPI Seharusnya Mengobati, Bukan Mengamputasi

Diposkan oleh Unknown on 20 March 2015

Anggota Komisi X DPR RI, Moreno Soeprapto, menyarankan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) menjadi pendamping bagi klub-klub Indonesia Super League (ISL), bukan malah jadi ‘hakim’ yang merongrong dunia pesepakbolaan nasional.

"Sarannya itu (BOPI) lebih kepada pendamping dan tujuannya mulia supaya liga ini lebih baik," ujar Moreno, Minggu 15 Maret 2015.

Salah satu cara untuk mendampingi, adalah mengajarkan kepada klub bagaimana cara penyusunan laporan pajak pemain. "Tentang isu mengenai pajak, kirimlah (orang BOPI), ajarkan setiap klub itu bagaimana menyusun pajak," tegasnya.

Begitu juga dengan persoalan lain yang dipermasalahkan BOPI. Jangan sampai klub dihakimi tanpa diberi solusi dan diajarkan cara mengatasi persoalan.

Ia berharap, BOPI tidak campur tangan jauh melebihi kewenangannya. Apalagi jika ISL sampai terhenti. "Kepentingan nasionalnya jangan sampai liga kita terobok-obok. Jangan sampai liga kita terganggu," jelasnya.

Jika liga diundur lagi, bahkan sampai dihentikan, ia khawatir FIFA akan memberi sanksi bagi Indonesia. "Kalau itu terjadi yang rugi banyak, pemain, klub, masyarakat," tutur mantan pembalap tersebut.

Ia pun berharap tak ada konflik kepentingan apalagi politik dalam kekisruhan pesepakbolaan Indonesia. "Urusan politik atau konflik jangan sampai dampaknya ke liga. Sportif-lah, jangan sampai liga itu terhenti," tandas Moreno.

(sumber: Okezone.com)
Baca SelengkapnyaBOPI Seharusnya Mengobati, Bukan Mengamputasi

Anggota BOPI untuk ISL Pernah Palsukan Dokumen

Diposkan oleh Unknown on 18 March 2015

Tim verifikasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) dipercaya untuk “menguliti” klub-klub Indonesia Super League sebelum bisa tampil di kompetisi tahun ini. Ironisnya, mereka yang dipercaya menjadi anggota tim verifikasi BOPI adalah wajah-wajah yang sesungguhnya tak asing dalam persepakbolaan Indonesia dan pernah punya catatan buruk.

Sejumlah nama di tim verifkasi BOPI pernah masuk dalam struktur kepengurusan PSSI ketika Djohar Arifin Husin baru ditunjuk sebagai Ketua Umum PSSI pada 2011. Selain itu, terdapat juga staf PT Liga Prima Indonesia Sportindo, operator Indonesia Primer League (IPL), yang masuk dalam tim verifikasi BOPI.

Salah satu anggota Tim verifikasi BOPI adalah Llano Mahardika, yang sebelumnya menjabat sebagai staf departemen kompetisi PT LPIS, operator untuk Liga Prima Indonesia atau LPI. Llano punya catatan buruk. Dirinya pernah terlibat kasus pemalsuan dokumen transfer untuk Titus Bonai ke klub Thailand, BEC Tero Sasana.

PT LPIS mengganjar Llano dengan hukuman yang tergolong ringan, yakni skorsing selama tiga bulan. Kala itu, PT LPIS punya alasan tersendiri menghukum ringan mantan CEO Persebaya 1927 tersebut.

Kompetisi LPI sendiri akhirnya harus bubar jalan setelah sejumlah masalah yang menimpa, termasuk tunggakan gaji pemain, jadwal pertandingan yang berantakan, dan tak adanya dana untuk melanjutkan kompetisi.

Selain itu, LPI juga masih meninggalkan sejumlah masalah, termasuk masalah isu suap, dan pemain asing yang meninggal karena tak punya biaya pengobatan akibat gajinya yang tak dibayar.

Pada sisi lain, nama Fachri Sinaga pernah terdaftar sebagai Direktur Marketing PSSI pada 2012-2013. Setelah Kongres Luar Biasa PSSI pada 17 Maret 2013 di mana kepengurusan berganti, Fachri terdepak dari PSSI dan namanya tiba-tiba muncul sebagai anggota tim verifikasi BOPI untuk ISL.

Pada akhirnya, tidak mengherankan bila muncul suara-suara miring menyoal independensi BOPI dalam melakukan verifikasi kelengkapan administratif dan profesional klub-klub peserta ISL 2015. Harus terus ditunggu ke mana bola liar kini mengarah agar kompetisi di Tanah Air tidak keluar dari relnya.
(sumber: liputan6.com)
Baca SelengkapnyaAnggota BOPI untuk ISL Pernah Palsukan Dokumen

Gelar IIC 2014 Harga Mati Buat Persib Bandung

Diposkan oleh Unknown on 28 January 2015

Persib Bandung telah menjadikan gelar di Inter Island Cup (IIC) 2014 menjadi harga mati. Di partai puncak Maung Bandung akan bertemu dengan Arema Cronus Malang.

Manajer Persib, Umuh Muchtar mengatakan target tersebut cukup beralasan, pasalnya selama menjalani turnamen pramusim ini pasukannya sudah berjuang keras untuk menembus babak final. Tentu saja, tidak ada kata lain selain juara.

"Yang pasti target kita juara. Karena semua pemain sudah bersusah payah menembus puncak. Di final kita juga tidak boleh berleha-leha. Justru dengan juara ini dapat memotivasi pemain dalam menghadapi kompetisi lainnya," kata Umuh, Rabu (28/1/2015).

Namun begitu, Umuh berharap para pemainnya tidak terlalu percaya diri, sebab kekuatan Singo Edan saat ini jelas berbeda ketimbang musim 2014 lalu. Salah satu buktinya, berhasil menjadi juara SCM 2015 mengalahkan Sriwijaya FC Palembang.

"Tapi saya rasa kalau dari segi permainan berimbang lah. Karena kemarin juga lawan Sriwijaya FC, Arema cukup banyak gempuran. Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan keinginan kita untuk menjadi juara, saya percaya itu," harapnya.

Hal senada diungkapkan pelatih Persib Bandung, Djadjang Nurdjaman. Menurut dia, Arema tetaplah tim yang dapat menyulitkan timnya dalam meraih kemenangan. "Jujur saja, saat menghadapi Sriwijaya, justru Sriwjaya memiliki lebih banyak peluang. Mungkin mereka (Arema) hanya lucky, karena dari peluang, mereka hanya sedikit. Tapi secara keseluruhan kami tidak bisa menganggap enteng Arema," kata Djadjang.

Soal strategi, pelatih yang akrab disapa Djanur ini pun menegaskan, Arema tidak memiliki perubahan meski sudah merombak sebagian pemainnya. "Sebetulnya mereka sama. Tidak banyak perubahan dari segi materi. Dari segi mentalnya mereka masih tetep terjaga buktinya banyak di gempur oleh Sriwijaya, jadi secara mental mereka sudah tangguh, tapi tetap fisik berpengaruh," tuturnya.

Dengan begitu, dia berharap segala upaya untuk menutupi segala kekurangan yang ada pada para pemainnya terlaksana. Sehingga target juara bisa dicapai Maung Bandung. "Karena soal greget, meski turnamen kita masih ada. Kita sudah juara ISL dan Piala Walikota Padang, mereka (Arema) juga sudah juara di situ (SCM Cup). Pasti ada greget lah. Walaupun itu final yang tertunda tapi tetap yang namanya final, kita harus bisa raih juara," tandas Djadjang.

(SindowNews.com)
Baca SelengkapnyaGelar IIC 2014 Harga Mati Buat Persib Bandung

Persik dan Jebakan Sepak Bola

Diposkan oleh Unknown on 24 January 2015

Saya pernah bertanya ke Ahn Jung-hwan, saat itu salah seorang pemain dengan bayaran termahal di Asia, dengan gaji sebesar yang dia miliki, apa yang kira-kira bisa dia lakukan di Kediri, kota yang harga semangkuk sotonya hanya sekitar Rp 4 ribu dan kehidupan malamnya selesai setelah pukul 21.00 WIB ?

Ketika itu, 19 Mei 2004, Ahn bersama timnya klub Jepang Yokohama F. Marinos, tengah melawat ke Kediri untuk melakoni laga penyisihan grup Liga Champions Asia melawan Persik. Dan, saya bersama beberapa wartawan saja diberi waktu khusus mewawancarai pemain yang diusir dari klub Italia Perugia setelah mencetak gol kemenangan Korea Selatan atas Italia dibabak 16 besar Piala Dunia 2002 tersebut.

Ahn tak menjawab pertanyaan saya. Lebih tepatnya, barangkali, tak bisa menjawab. Dia hanya menggeleng sembari sedikit tersenyum. Wajar. Untuk seorang pemain yang ketika itu dibayar USD 500 ribu (sekitar Rp 4,2 miliar dengan kurs saat itu) per musim, Kediri ribuan tahun cahaya bedanya dengan Seoul, Yokohama, atau Perugia sekalipun.

Tapi, justru di situlah poinnya. Sepak bola bisa mendatangkan kebanggaan tak terkira untuk kota seperti Kediri. Sebuah kota yang tak punya bandara dan jarak dari ibu kota provinsi masih tiga jam perjalanan darat.

Sepak bola yang bisa membuat warga Kota Tahu itu, ketika menghadapi orang yang kesulitan membayangkan letak geografis Kediri, tinggal bilang, “Itu tuh kota yang dua kali menjuarai Liga Indonesia.”

Ya, dua kali. Lebih banyak dari Persija Jakarta atau PSM Makassar dan sejajar dengan Persib Bandung serta Persebaya Surabaya. Dan, kita tahu, mereka adalah klub-klub legendaris tanah air dan berbasis di kota-kota besar.

Saya menyebut itu kebanggaan tak terkira karena saya teringat sebuah adegan di film Cidade de Deus alias City of God saat Buscape, karakter utama di film tentang kehidupan di salah satu favela di Rio de Janeiro tersebut, mendapat tumpangan dari seorang pria asal Sao Paulo.

“Anda dari Sao Paulo?” tanya Buscape

“Ya,” jawab si pria yang memberi tumpangan.

“Anda pasti orang kaya,” ujar Buscape lagi.

Di Brasil, Anda tahu, Sao Paulo dikenal sebagai pusat perekonomian. Ada sinisme atau kecemburuan umum yang berkembang di Negeri Samba itu, seperti tersirat dari pertanyaan Buscape, yang menganggap siapa saja yang berasal dari metropolitan berpenduduk lebih dari 20 juta jiwa tersebut pastilah mapan secara finansial.

Dan, Brasileiro dari luar Sao Paulo hanya bisa melawan apa yang mereka persepsikan sebagai ketimpangan perekonomian itu melalui sepak bola. Maka, orang Rio, misalnya, begitu membanggakan Palmeiras yang merupakan klub paling populer di Brasil. Atau Maracana, stadion yang mendapat julukan kuil sepak bola, tempat dua final Piala Dunia digelar.

Sepak bola juga yang membuat warga Porto Alegre khususnya, dan Rio Grande do Sul, negara bagian paling selatan di Brasil, umumnya, bisa menepis stigma sebagai wilayah koboi dengan bakat membangkang. Dua klub jagoan mereka, Gremio dan Internacional, sama-sama pernah menjadi juara dunia. Dari sana pula, dari wilayah yang pernah memberontak dan memproklamirkan kemerdekaan itu, lahir Ronaldinho yang di masa jayanya seperti seorang penari balet di lapangan hijau.

Sepak bola bagi kota-kota seperti Kediri, Rio, atau Porto Alegre menjadi semacam identitas perlawanan. Atau kalau boleh mengutip James C. Scott, merupakan “senjata kaum lemah.” Sarana untuk mengentuti siapa saja yang berada di atas sana karena banyaknya uang di saku, baju tren terbaru yang dikenakan, atau mobil mengkilat yang dikendarai.

Tapi, di sisi lain, di situ pula jebakan sepak bola itu berada. Kebanggaan seperti yang melambungkan Kediri itu pada akhirnya juga membutakan. Lupa dengan keterbatasan kekuatan perekonomian dan daya dukung wilayah untuk menghidupi sebuah klub profesional di kompetisi level teratas.

Bagaimana mungkin mengharapkan Kediri yang hanya berada di urutan ke-12 dari 20 kota dan kabupaten di Jawa Timur dengan pendapatan per kapita tertinggi dalam data BPS 2013 bisa merawat sebuah klub yang kebutuhan tiap musim mencapai puluhan miliar dan terus meningkat dari waktu ke waktu ?

Dengan mengubah Persik menjadi sebuah PT dan mengoperasikannya murni sebagai entitas bisnis ? Anda pasti tahu betapa konyolnya harapan tersebut. Sudah dua dekade Liga Indonesia berjalan, klub-klub peserta hanya bisa hidup dari saweran donatur atau kebaikan hati para owner yang bergelimang duit.

Antusiasme penonton memang tinggi. Tapi, sulit berharap para sponsor bisa antusias menjalin kerja sama kalau tiap musim liga kita tak pernah lepas dari berbagai kebrengsekan. Plus absennya transparansi pengelolaan keuangan.

Karena itu, dicoretnya Persik Kediri dan Persiwa Wamena dari Indonesia Super League 2015, barangkali, adalah blessing in disguise. Sebuah kesempatan berefleksi bagi kedua tim itu, maupun klub-klub lain: benarkah mereka mampu menghidupi diri secara profesional ?

Toh kebanggaan bagi sebuah kota bisa datang dari mana saja. Salatiga, contohnya, tak punya klub profesional. Tapi, orang selamanya akan mengenang diklat di kota kecil nan dingin di Jawa Tengah itulah yang telah menelurkan Kurniawan Dwi Julianto, Gendut Doni, dan Bambang Pamungkas.

Langkah itu pula yang ditempuh Desportivo Brasil. Klub yang berdiri di Porto Feliz, sebuah kota kecil di Negara Bagian Sao Paulo itu, memilih berkonsentrasi pada pembinaan pemain muda, bukan prestasi di liga. Hasilnya, mereka sukses menggaet sejumlah klub besar Eropa untuk berkolaborasi sekaligus pasar buat mendistribusikan pesepak bola hasil didikan.

Untuk apa sebuah kota memaksakan diri mengelola sebuah klub sepak bola profesional kalau yang lebih banyak tersedia di wilayah mereka justru bakat-bakat di bulu tangkis, bola voli, basket, dayung, atau renang, misalnya? Menelurkan atlet yang bisa merebut medali di SEA Games—apalagi Asian Games dan Olimpiade—tak kalah membanggakan (atau malah mungkin jauh lebih membanggakan) ketimbang memiliki tim yang berlaga di ISL tapi di-uri-uri dengan cara yang tak rasional.

Jadi, pencoretan dari ISL bukanlah kiamat bagi Kediri. Justru kesempatan untuk menentukan sikap dan prioritas. Mengambil keputusan yang disesuaikan dengan kemampuan diri adalah sebuah pilihan bermartabat yang juga bisa membanggakan warga kota, meski mungkin sosok sekaliber Ahn Jung-hwan tak akan mampir lagi ke sana.

(Tatang Mahardika/JawaPos)
Baca SelengkapnyaPersik dan Jebakan Sepak Bola

Persik Kediri Gelap Mata Menggalang Dana

Diposkan oleh Unknown on 22 January 2015

Persik Kediri mulai 'gelap mata' dalam menggalang dana sponsor sebagai garansi tetap eksis di kompetisi profesional. Berbagai langkah pun ditempuh dengan melibatkan suporter Persikmania secara langsung, tentunya bertujuan memberikan pressure kepada sejumlah pihak.

Pekan lalu suporter berencana demontrasi meminta PT. Gudang Garam ikut andil dalam pendanaan Persik Kediri. Setelah produsen rokok tersebut bersedia membantu 'sewajarnya' tanpa ada kepastian nominal, sasaran selanjutnya adalah Pemerintah Kota Kediri.

Walikota Kediri Abdullah Abu Bakar kini dalam tekanan walau sudah membuka audiensi dengan manajemen Persik dan Persikmania. Dalam pertemuan Rabu (21/1), walikota menyarankan supporter Persikmania patungan untuk membiayai tim di kompetisi.

Usulan wali kota tersebut tak membuat beberapa kalangan puas. Informasi yang beredar di Kediri, suporter kembali menyiapkan aksi yang ditujukan ke Pemerintah Kota Kediri. Tujuannya agar walikota lebih memberikan solusi nyata terkait krisis finansial Macan Putih.

"Ada suporter yang akan menggelar aksi, rencananya 26 Januari. Mereka ingin walikota membantu Persik secara nyata, tidak hanya sekadar mengusulkan agar Persikmania patungan. Tujuannya jelas ada dana segar dan Persik bisa ikut kompetisi," ujar sumber di Persik Kediri.

Wali kota Abdullah Abu Bakar berada dalam posisi sulit. Secara keuangan, sudah tidak mungkin membantu tim yang dua kali juara Liga Indonesia itu dengan uang pemerintah, setelah Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) dilarang di klub profesional.

"Kami hanya bisa sebatas mewadahi atau menjembatani tim dalam memenuhi kebutuhan finansial. Untuk membantu secara langsung dengan dana segar juga tidak mungkin karena APBD dilarang. Pemerintah posisinya sangat terbatas dalam hal ini," Abdullah.

Pihak yang sangat potensial menjadi 'sasaran' Persik Kediri dalam mencari dana segar memang hanya PT. Gudang Garam dan Pemerintah Kota Kediri. Namun dua sumber dana yang pernah membesarkan Macan Putih itu kini nyaris tak bisa berbuat banyak.

(SindoNews.com)
Baca SelengkapnyaPersik Kediri Gelap Mata Menggalang Dana

Kesempatan Meraup Untung dari Bubarnya Persik

Diposkan oleh Unknown on 18 January 2015

Sejumlah klub mendapat durian runtuh dengan bubarnya Persik Kediri tengah pekan lalu. Pemain berkualitas yang dimiliki Persik menjadi santapan klub yang tengah butuh pemain. Tapi, aktivitas mereka menjadi simbiosis mutualisme, pemain butuh klub begitu juga sebaliknya.

Setelah Persik bubar, pemain langsung berhamburan meninggalkan Kediri. Mereka mencari tim yang masih membuka lowongan alias membutuhkan pemain. Beberapa dari mereka sudah menemukan pelabuhan.

Tiga pemain sekaligus berlabuh di Persepam Madura United, yakni Faris Aditama, Qischil Gandruminny serta Sandy Firmansyah. Satu nama lain menjajal peruntungan di Persela Lamongan yakni bek Asep Budi. Sementara Agung Suprayogi pilih ke Persiba Balikpapan.

Pemain lainnya, Joko Prayitno, Rusdi Malawat dan Ramadhan Saputra berlabuh ke Martapura FC. Pemain asing asal Brasil Tinga pilih kembali ke Persekap Pasuruan. Beberapa pemain lainnya juga tengah mencari tim, seperti kiper muda Tedi Heri.

Mereka semua adalah pemain yang terlibat di turnamen Piala Gubernur Jawa Timur dan membawa Persik Kediri sebagai juara kelima kalinya. Ironisnya, walau Macan Putih yang susah payah menyeleksi, tim lain yang akhirnya menikmati.

Setelah manajemen mengumumkan bahwa Persik bakal vakum setahun sebelum ikut kompetisi, pemain tidak ingin menganggur selama itu. "Kami kan juga butuh uang untuk menghidupi keluarga," kata Faris Aditama.

Nama-nama seperti Faris Aditama, Qischil Gandruminny, Asep Budi, hingga Tedi Heri, sebenarnya masuk kategori loyal di Kediri. Situasi buruk Persik selama ini tak membuat mereka meninggalkan Persik. Namun pembubaran tim memaksa mereka menanggalkan loyalitas.

Nama-nama tersebut tak pernah mempersoalkan Persik dalam kondisi bagaimana dan bermain di kompetisi apa. "Sebenarnya saya ingin tetap di Persik, walau terdegradasi. Tapi kalau tim tidak ikut kompetisi, tentu berat bagi pemain," ujar Qischil di Malang.

Sementara itu, kabar dari manajemen Persik, rencananya pada Senin (19/1/2015) bakal digelar pembicaraan dengan manajemen perusahaan rokok. Produsen rokok tersebut bakal menampung aspirasi suporter Persikmania yang menginginkan perusahaan itu menyelamatkan Persik.

Persikmania sebelumnya merencanakan aksi damai yang meminta perusahaan rokok itu membantu Persik sekaligus meminta pertanggungjawaban manajemen terkait gagalnya verifikasi ISL. Rencana itu tercium pihak perusahaan rokok dan berinisiatif membuka dialog.
Baca SelengkapnyaKesempatan Meraup Untung dari Bubarnya Persik

Inilah Faktor Penyebab Utama Persik Kediri Bubar

Diposkan oleh Unknown on 16 January 2015

Manajemen Persik Kediri sadar diri sehingga memutuskan membubarkan tim dan tidak mengikuti kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015. Dua faktor utama yaitu tunggakan gaji pemain dan ketiadaan sponsor yang masuk menjadi penyebab tim berjuluk Macan Putih itu gagal lolos verifikasi dan memilih undur diri dari ISL.

“Memang ada kendala yang mengakibatkan kita gagal lolos verifikasi dan tidak bisa berkiprah di ISL musim ini,” kata Ketua Umum Persik Kediri, Barnadi saat dikonfirmasi berada di Malang, Jawa Timur, Jumat (16/1/2015).

Untuk gaji pemain, manajemen Persik masih memiliki tunggakan hutang 4 bulan gaji pemain yang nilai seluruhnya mencapai sekitar Rp 2 miliar. Manajemen pun berjanji akan memberikan hak pemain itu jika telah ada uang yang masuk. Salah satu dana segar yang diharapkan masuk adalah sharing dana dari PT Liga Indonesia (PT LI) saat dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT LI pada 31 Januari mendatang.

Namun Barnadi mengaku tidak mengetahui pasti berapa besar dana yang didapat saat RUPS tersebut. Para pemain pun diminta bersabar jika gajinya dibayar secara bertahap, berdasarkan dana yang ada.

“Kalau dapat dari RUPS PT LI, pasti gaji pemain akan saya bayar. Apakah cukup atau tidak, pokoknya kalau ada uang masuk segera dibayar. Pemain harus bersabar kalau misalnya kami beri 50 persen dulu atau sebagian dulu,” papar Barnadi.

Selain masalah gaji, klub kebanggaan Persikmania itu juga kesulitan untuk menggaet sponsor. Manajemen memang sudah mengajukan proposal ke salah satu pabrik rokok besar yang berbasis di Kediri yakni Gudang Garam. Sayangnya sampai saat ini belum ada jawaban dari perusahaan rokok tersebut.

“Kota kecil seperti Kediri ini sulit untuk menarik minat sponsor, berbeda dengan kota besar seperti Surabaya, Malang, Bandung dan Jakarta. Gudang Garam pun sampai sekarang belum ada jawaban,” ujar Barnadi.

Menurutnya, untuk satu musim kompetisi penuh Persik Kediri butuh dana sedikitnya Rp 15 miliar. Itupun sudah terbilang sangat kecil dengan nilai kontrak pemain yang sederhana. Karena berbagai kesulitan itulah manajamen Persik menyadari jika diputuskan gagal lolos verifikasi PT LI.

“Ini akhirnya yang menjadi keputusan manajemen untuk membubarkan tim dan tidak ikut ISL 2015. Kami akan ikut kompetisi Divisi Utama entah musim ini atau vakum dulu hingga setahun kedepan,” pungkas Barnadi.

(Liputan6.com)
Baca SelengkapnyaInilah Faktor Penyebab Utama Persik Kediri Bubar

PSM, Persebaya, dan PBR di Ujung Tanduk

Diposkan oleh Unknown

Tiga di antara enam klub yang lolos verifikasi keikutsertaan Liga Indonesia 2015 dengan catatan, berada di ujung tanduk.

Dalam proses audit yang dilakukan Kamis (15/1) kondisi keuangan mereka masih minus. Kemungkinan pelarangan penggunaan pemain asing bukan sebuah keniscayaan.

PT Liga Indonesia sebagai administrator kompetisi membagi dua kategori klub bermasalah. Yang pertama klub-klub yang masih menyisakan utang plus proyeksi pendanaan meragukan. Tiga klub masuk kategori ini: Persebaya, PSM, dan Pelita Bandung Raya.

Kategori kedua, klub yang jumlah utangnya relatif aman, namun proyeksi keuangannya di musim 2015 masih menyisakan pertanyaan. Klub-klub yang masuk kategori ini, antara lain Persija, Arema Cronus, dan Gresik United.

"Untuk kategori yang kedua sebenarnya bisa dikatakan siap mengikuti kompetisi LSI 2015, mereka hanya perlu lebih efisien mengatur keseimbangan keuangannya agar menjalani kompetisi tanpa gangguan," ucap Joko Driyono, CEO PT LI.

Perhatian khusus diberikan PT LI pada tiga klub yang masuk kategori pertama.

"Dalam pertemuan kami meminta penjelasan terperinci solusi mereka menyelesaikan tunggakan utang. Selanjutnya kami juga memeriksa modal finansial yang dimiliki untuk menjalani LSI 2015," kata Joko.

Pada Senin (19/1), PT LI akan kembali menggelar rapat pleno. Amat mungkin terjadi, Persebaya, PSM, dan PBR masuk daftar merah dan berada di ujung tanduk terancam tidak boleh mengontrak pemain asing. - Ulang Tahun -

"Keputusan ini jangan dianggap sebuah hukuman. Justru sebenarnya dipahami bahwa PT LI justru berusaha membantu menyehatkan keuangan klub-klub tersebut," ujar Joko.

(BolaNews.com)
Baca SelengkapnyaPSM, Persebaya, dan PBR di Ujung Tanduk